Pages

Tuesday 13 January 2009

Sale, sale, sale!!

as published in herworld magazine in july 2008

Beberapa waktu lalu, saya sering hang out di salah satu kedai kopi yang berhadapan langsung dengan salah satu department store bergengsi. Seperti biasa, program mereka di pertengahan tahun adalah Jakarta Great Sale, bulan penuh discount untuk hampir semua barang yang dijual. Kegiatan ini biasanya dilakukan toko untuk menghabiskan sisa stock barang dagangan mereka. Pada tahun delapan puluhan, orang sudah cukup senang dengan discount 10% sampai 30%. Tahun sembilan puluhan, discount yang diberikan toko mulai ‘menggila’ antara 50% sampai 70%. Sedangkan di tahun dua ribuan, discount pada masa cuci gudang toko bisa ‘gila-gilaan’ sampai dengan 70 + 30% (maksudnya setelah mendapat discount 70%, diberi discount lagi 30% dari sisa harga barang).

Strategi dagang seperti itu sebenarnya sah-sah saja. Walaupun secara logika sederhana kita boleh mengambil kesimpulan, barang yang mereka jual itu modal dasarnya tidak sampai 20% dari harga jual awal (atau mereka mark-up harga sebelum melakukan sale? Entahlah).

Kalau diperhatikan lebih detail, barang-barang yang sering mendapat perlakuan cuci gudang lebih banyak barang yang akan dibeli kaum perempuan. Seperti baju, sepatu, tas, aksesoris dan lain-lain. Barang-barang kaum pria yang dijual cuci gudang juga pada umumnya barang-barang yang sering dibelikan perempuan untuk pasangannya. Seperti celana, ikat pinggang, kacamata dan sejenisnya. Strategi yang lain, barang-barang pria yang dijual cuci gudang juga diletakkan berdekatan dengan barang-barang perempuan. Jadi saya mengambil kesimpulan bahwa kegiatan cuci gudang lebih diperuntukkan bagi perempuan.

Cukuplah bicara mengenai taktik dagang dan seterusnya, itu bukan hal yang menarik bagi saya saat ini. Hal yang lebih menarik adalah perilaku para pembeli, terutama kaum perempuan. Kegiatan cuci gudang yang lebih banyak ditujukan bagi kaum perempuan tentunya bukan tanpa alasan. Karena menurut saya dan teman-teman hang out saya, perempuan adalah mahluk yang mudah ‘ditipu’ dengan iming-iming discount. Hal ini bisa dibuktikan dengan cara mengikuti mereka pergi jalan-jalan ke Mal yang sedang melakukan discount, dan hampir bisa dipastikan akan diakhiri dengan pulang membawa beberapa bungkusan yang pada awalnya tidak direncanakan.

Beberapa teman perempuan saya sangat bersemangat kalau ada kabar mengenai cuci gudang di suatu department store. Mereka menganggap bahwa berbelanja di waktu cuci gudang berarti bisa berhemat sekian puluh persen dari harga jual sebenarnya. Kalimat yang sangat sering terdengar adalah “Ini kan biasanya seratus ribu, kemaren aku beli cuma enam puluh ribu lho” atau “Discount-nya sampai tujuh puluh persen, sayang ya gajian masih minggu depan”

Hal yang sulit saya mengerti adalah pedoman para perempuan yang mengatakan “Dengan berbelanja pada waktu discount, kita bisa berhemat sekian persen”. Hemat di sebelah mana ya? Bukankah dengan berbelanja barang yang sebenarnya belum atau tidak kita butuhkan (in any condition) berarti kita melakukan pemborosan ?

Satu hal yang sangat saya kagumi, program discount yang ditujukan bagi perempuan tidak membutuhkan media iklan yang menghabiskan banyak biaya. Dengan kabar dari mulut ke mulut, ‘kabar burung’ atau ‘desas-desus’, sudah lebih dari cukup untuk membuat sebuah pusat perbelanjaan menjadi penuh pengunjung. Apabila ‘kabar burung’ itu benar (mengenai program discount tsb), maka hampir bisa dipastikan tempat itu akan lebih penuh lagi. Waktu yang dibutuhkan untuk melepaskan si burung pembawa kabar pun tidak perlu terlalu lama, 1 atau 2 hari sebelum program dilaksanakan sudah sangat cukup untuk menarik minat para perempuan.

Untuk masa sekarang ini, waktu dan tempat dilaksanakan program discount atau cuci gudang bisa sangat bervariasi. Tidak harus selalu dilakukan di outlet resmi atau dalam waktu berbelanja yang ‘wajar’. Beberapa waktu lalu di atas Senayan City Jakarta ada program discount yang dilaksanakan di Hal yang biasanya dijadikan ruang pertemuan, bukan di tempat biasa orang berbelanja. Tidak perlu advertising yang hebat dan mahal, dengan kabar burung yang disebarkan melalui email sudah sangat cukup untuk membuat ratusan wanita karir dari berbagai pelosok Jakarta membolos kerja dengan berbagai alasan untuk memburu barang discount (termasuk istri saya dan hampir seluruh teman sekantornya!).

Sedangkan masalah waktu, ada terobosan baru dalam program cuci gudang. Namanya Midnight Sale. Program ini dilaksanakan mulai jam 9 malam sampai tepat tengah malam. Pada saat itulah saya melihat Senayan City Jakarta sangat dipadati pengunjung di malam hari. Gedung parkir yang terdiri dari 6 lantai tidak cukup untuk menampung mobil pengunjung. Semua area kosong dan jalanan di sekitar Senayan City dipakai sebagai area parkir, kemacetan terjadi sampai lewat tengah malam. Ironisnya, banyak dari ibu-ibu yang datang untuk berbelanja di Midnight Sale itu membawa anak mereka yang masih kecil dan balita. Apakah mereka sedang melakukan doktrinasi mengenai ‘senangnya berbelanja’ pada anak-anak? Atau mereka terpaksa melakukan 2 kewajiban sekaligus, menjaga anak dan berbelanja? Entahlah.

No comments:

Post a Comment